Taufik sentana

Guru, konsultan pembelajaran dan ikatan dai indonesia. Menetap di Aceh barat bersama seorang istri dan enam orang anak....

Selengkapnya
Navigasi Web
Puisi sebagai Eksperimen dalam Sunyi

Puisi sebagai Eksperimen dalam Sunyi

Puisi, Eksperimen pada Sunyi

Eyang Sapardi, demikian ia suka disebut, merasakan ketabahan dan kesunyian pada puisi. Menurutnya, dalam masa 25 tahun kepenyairannya yang ia dapat hanyalah kesunyian (dimaksud, kerugian karena hasilnya tak sepadan dengan modal yang ia keluarkan untuk membeli kertas, bea pos, mesin tik dsb). Tapi puisi telah menjadi jalannya, jalan eksprimennnya. Sebagaimana ia meyakini bahwa 'kata kata adalah segalanya dan kesunyian mengundang keindahannya sendiri'.

A.Teuuw menyebut eyang Sapardi sebagai sosok relevan tentang besarnya eksprimen beliau pada puisi. Setidaknya puisi Hujan Bulan Juni telah menjadi contoh kecil, yang berwujud dari puisi ke novel, dan dari novel ke layar lebar. Bahkan realisi ke layar lebar tampak lebih pas dibanding karya novelnya.

Pada kisah lain, di masa kejayaan Rendra, ia pernah meminta sebuah rumah untuk nilai karya puisinya. Ini menandakan keabsahan konkret perihal negoisasi tergantung konteksnya saat itu. Dan sejarah memang tidak menginkari kepakaran Rendra. Ia menjadi penyair besar dengan balada balada dan sajak sosialnya. Karena eksperimennya pada sunyi yang lantang, maka kita mengenal "Mastadon, simbol kekuasaan yang zalim dengan segala bentuknya, adapun kekasihnya adalah mereka yang terpinggirkan secara sosial-ekonomi dan politik, walau ia sendiri bagai merak yang jinak-jenaka.

Agaknya, kesunyian Rendra sama dengan kekhasan puisi Chairil Anwar, ekspresif dan menggebu, maka kita mengingat Aku, Aku si Binatang Jalang. Meskipun ia tetap pada sunyinya pada cinta dan sikap ketuhanan.

Demikian juga pada eksperimen sunyi yang dilampaui penyair besar lainnya seperti Sutardji, Emha, Mustafa Bisri, Adb. Hadi, atau Afrizal dan Jokpin. Mereka mengolah kata pada pengalaman hidup sehari hari (menjadi laboratorium), Bisa sunyi yang lantang, hening, riang, atau amuk-redam dan rindu-syahdu. Hartono (1991) menyebutnya "Dari Sunyi ke Bunyi".

Demikianlah, kita bisa menjadikan puisi lebih layak di abad yang penuh sibuk dan sesak, dan menjadikan puisi sebagai medium eksperimen diri untuk tetap eksis serta melestarikan keindahan budi-bahasa anak manusia.

Taufik sentana

Bergabung di JSIT dari Aceh Barat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam jumpa kembali tuk para sahabat gurusiner yang hebat.

06 Jun
Balas

Salam gurusianer...

06 Jun
Balas

Tks pak. Jo..difollowing kenapa takda sesiapa yg bapak ikuti? Baiknya kan saling mengikuti he he...

06 Jun
Balas

Keren ya pak tulisannya menambah wawasan saya jadinya.

06 Jun
Balas

Wah mantap pak,terus berkarya,ditunggu tulisan selanjutnya,jangan lupa follow akun saya

06 Jun
Balas



search

New Post